Resensi Novel: Absolute Justice
Seharusnya monster itu sudah mati…
Singkat, padat, ngeselin. Setidaknya itu kesan pertama saat membaca sinopsis atau blurb dari novel karya dari Akiyoshi Rikako-sensei yang satu ini. Rasa penasaran muncul setelah membacanya untuk kedua kalinya. Seperti novel-novel karya Akiyoshi Rikako-sensei lainnya yang lekat dengan genre misteri, Absolute Justice, dengan satu kalimat saja sudah membuat saya tak tahan karena penasaran.
Rasanya sangat gatal untuk mengulas novel ini tanpa spoiler, jadi mohon bijak sebelum membaca. Baiklah, mari kita mulai…
Informasi Buku | |
---|---|
Judul | Absolute Justice |
Penulis | Akiyoshi Rikako |
Penerbit | Penerbit Haru |
Terbit | Juni 2018 |
Halaman | 268 |
ISBN | 978-602-51860-1-1 |
Zettai Seigi
Novel ini menceritakan pertemanan 4 siswi SMA, yaitu Imamura Kazuki, Nishimiya Yumiko, Riho Williams, dan Ishimori Reika dengan seorang siswi yang selalu mementingkan kebenaran bernama Takaki Noriko. Ya, kebenaran, hal terpenting yang ada di dunia ini.
Persesuaian antara pengetahuan dengan objek, atau suatu pendapat maupun perbuatan seseorang yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Itulah kebenaran.
Kebenaran yang mutlak bersumber dari wahyu, kebenaran rasionalisme bersumber dari rasio, sedangkan indra menghasilkan kebenaran empirisme. Hal-hal inilah yang terpatri pada diri Noriko, sang kebenaran itu sendiri.
Noriko merupakan seorang gadis yang sopan, disiplin, dan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Semua orang menyukainya. Semua masalah yang ada di hadapannya selesai berkat kebenaran yang dia bawa. Selagi itu benar, maka tak masalah.
Saya sendiri juga setuju bahwa menyelesaikan masalah dengan berdasarkan pada kebenaran adalah hal yang harus diutamakan. Namun norma-norma yang berlaku membuat kebenaran tak selalu menjadi satu-satunya yang dipertimbangkan. Empati, peduli, toleransi seringkali menemani kebenaran. Seharusnya; tidak, tapi umumnya begitu.
Bagi Noriko yang mementingkan kebenaran secara mutlak tanpa peduli tentang orang lain, entah itu warga sipil, teman-temannya, guru, bahkan keluarganya sendiri, dia tak peduli sama sekali, berhasil membuat saya lama-lama kesel bacanya. Hal tersebut berhasil dideskripsikan dengan baik pada novel ini.
Kebenaran Mutlak
Yang dilakukan Noriko 100% benar, tidak ada yang salah. Mutlak. Tidak ada rasa kemanusiaan di dalamnya. Tapi justru itulah pain point yang diangkat dalam novel ini.
Bener durung tentu pener
Kalimat dalam bahasa jawa tersebut yang selalu terngiang dalam kepala saya sepanjang membaca novel ini. Benar belum tentu tepat, tapi melakukan hal yang tepat sudah pasti benar. Kurang lebih begitulah artinya. Sesuatu yang mungkin tak pernah ada dalam kepala Noriko.
Point of View
Novel ini menggunakan sudut pandang yang berbeda-beda dengan memanfaatkan setiap karakternya. Sebagai pembaca, hal ini sangat memudahkan saya untuk memahami setiap karakternya, pola pikir dan padangannya masing-masing.
Pada awalnya semua teman-teman Noriko, baik Kazuki, Yumiko, Riho dan Reika sama-sama pernah mendapatkan pertolongan atas kebenaran yang dibawa Noriko. Sampai akhirnya mereka sadar bahwa yang dilakukan Noriko bukanlah untuk menolong mereka, melainkan untuk mengungkap kebenaran.
Semua disajikan dari sudut pandang berbeda yang membuat saya larut dalam perasaan mereka. Bagaimana sifat mereka, rasa hormat dan aman dengan kehadiran Noriko, sampai pada titik di mana mereka tahu bahwa Noriko tak segan menghukum mereka atas nama kebenaran apabila mereka melakukan kesalahan.
Akan tetapi mereka semua sudah tenang karena si cyborg kebenaran, monster kebenaran, kebenaran yang tanpa busana, atau iblis kebenaran itu sudah mati. Seharusnya begitu, sampai mereka mendapat undangan yang sama dengan nama pengirim ‘Takaki Noriko’ 5 tahun setelahnya.
Saya merasa premisnya dimulai di sini. Wait what!? Apa yang terjadi? Noriko mati? 5 tahun lalu? Siapa yang mengirim suratnya?
Oke, dari sini alurnya sudah mulai bisa diprediksi. Melalui sudut pandang setiap karakternya (yang terkadang memang diulang-ulang) yang saling melengkapi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya. Tentu saya punya jawaban yang akan dicocokkan diakhir cerita.
Saya tahu bahwa Akiyoshi-sensei tahu bahwa saya tahu.
Saya yakin prediksi saya benar, tapi saya penasaran bagaimana cara Akiyoshi-sensei memberi tahu saya. Dan inilah yang membuat novel ini menurut saya menarik.
Plot Twist
Mungkin hanya itu yang ada dipikiran saya tentang bagaimana semua misteri kebenaran dari seorang Takaki Noriko diungkap oleh sang author.
Bagaimana akhir hidup Noriko, bagaimana nasib teman-temannya yang mendapat undangan atas namanya, semua diungkap dan ditutup dengan jawaban dari mana candu atau adiksi akan kebenaran itu berasal.
Last Impression
Kebenaran memiliki nilai yang tinggi namun bukan hal yang bisa digunakan untuk memutuskan sesuatu secara sepihak hanya karena itu benar di matanya. Kebenaran yang berlebihan adalah sebuah kesalahan.
Secara keseluruhan novel ini hampir memenuhi ekspekasi saya. Semua hal yang ingin disampaikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga sangat mudah dipahami. Satu hal yang kurang menurut saya adalah, segala yang mendukung kebenaran Noriko terasa dipaksakan ke kepala saya. Yah, wajar saja dari awal saya tidak menerima apa yang disebut kebenaran mutlak itu.
Baiklah, kebenaran yang bisa saya berikan adalah 4 of 5 untuk novel Absolute Justice ini.
Posting Komentar untuk "Resensi Novel: Absolute Justice"