Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ulasan Novel: Penance

 

Penance © Minato Kanae, Penerbit Haru

Yang menanam, yang menuai...

[Spoiler Alert!]


Kembali lagi dengan ulasan novel tak jelas dari saya. Apa judulnya? Ialah Penance, karya lain dari Minato Kanae-sensei!

Minato Kanae sendiri telah menyabet banyak penghargaan atas karya-karyanya. Tulisan-tulisan beliau juga telah diangkat ke layar lebar, termasuk Penance yang rilis pada tahun yang sama dengan novelnya, yakni tahun 2012. 

Penance mengisahkan seorang Ibu yang telah kehilangan sang putri, Emily, akibat pembunuhan. Namun, sang pembunuh masih belum terungkap hingga 15 tahun kemudian. Kepiluan itu membuatnya menyimpan dendam dan ingin anak-anak yang merupakan teman bermain Emily kala itu memberi kesaksian lagi serta menebus kesalahan mereka. Namun, waktu telah berlalu dan entah mengapa, tragedi demi tragedi akhirnya menimpa keempat anak itu di waktu kemudian hingga ada rasa bersalah dalam diri Asako, Ibu Emily setelahnya.     

Sekuhara pada Anak-anak

Ratu iyamisu kali ini mengangkat tema yang cukup mengerikan di mata “orang normal”, yaitu pembunuhan anak di bawah umur dan pedofilia. Saya jadi kasihan juga dengan kondisi Jepang mengenai pornografi dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Bagaimana pelegalan pornografi, terlebih pornografi anak berdampak buruk pada realitas negeri yang sedang mengalami depopulasi itu, dan kisah ini menggambarkan hal itu sudah ada sejak dulu di sana. 

Mau heran, tapi Jepang …

Btw, apa itu iyamisu? Iyamisu diambil dari bahasa Jepang yang bersumber pada karya-karya Minato Kanae sendiri yang merujuk pada kesan mengerikan, menjijikan, dan membuat bulu kuduk berdiri.

Formula Sama

Seperti Confessions, cerita dibagi berdasarkan sudut pandang para tokoh utama yang terlibat dalam kasus, tetapi tidak banyak pengulangan yang klise lagi membosankan, walaupun polanya mirip. Ini bisa dibilang lebih baik karena kehidupan setiap tokoh jelas berbeda dan hal itu menjadi penggerak kisah di masa kini mereka masing-masing. Sensasi iyamisu dalam novel ini jelas lebih terasa dan yabai bagi sebagian orang, termasuk saya. Baru baca sedikit saja sudah, “uhh …” begitu rasanya.

Kegregetan Para Tokoh 

Oh, ya, selain memakai formula yang sama, pasca pembacaan kedua kalinya, saya jadi mengetahui adanya kekurangan—menurut saya, yakni betapa tidak logisnya panjang kisah yang disampaikan masing-masing tokoh. Seperti bab milik Sae yang kendati penulisan bahasa Jepang lebih ringkas, rasanya tidak mungkin ada orang yang menulis surat sepanjang itu, apalagi pasca membunuh orang; kira-kira berapa waktu yang dihabiskan? Lalu Maki yang menyampaikan ceritanya sembari berpidato! Sungguh membagongkan! Belum lagi Yuka yang entah menghabiskan berapa jam di rumah sakit. Itu pun masih diselingi jeda lima menit beberapa kali. Sehingga cuma bagian Akiko yang terdengar paling logis, meski tetap sama panjangnya.

Soal pemecahan misteri, ini juga menjadi gambaran betapa takutnya kita terhadap hukum dan hukuman, apalagi kalau kasusnya berat seperti dalam novel ini. Orang Jepang yang mudah terserang mentalnya kalau mau bertahan hidup, ya, terus saja terbayangi oleh rasa bersalah dan sering bingung bagaimana supaya lolos dari hal tersebut. Apakah tidak terpikirkan oleh para tokoh untuk berani mengatakan siapa pelaku sebenarnya jauh-jauh waktu meskipun akhirnya mereka mendapatkan kematian sebagai penebusan dosa? Bisa saja mereka bunuh diri dengan meninggalkan surat berisi kemungkinan siapa pelakunya dan masalah pun selesai. Namun, kita sering kali tidak ingin menelan pahitnya obat, lebih baik hidup dalam kemanisan palsu. 

Yap, meski saya merasa ada kekurangan di novel ini dengan bacotan di atas, itu juga berarti bahwa Penance berhasil memporak-porandakan jiwa pembacanya. Kisah masa lalu Asako-san di bab terakhir semakin menenggelamkan saya ke dalam ruang kesengsaraan dan bagaimana kesalahan-kesalahan diri kita membawa pada rentetan kemalangan di kemudian hari. 

Bakal ada banyak info menarik pula dalam novel ini seperti, hubungan seks yang menyebabkan kehamilan terjadi di antara seminggu menstruasi dan seminggu pembuahan (hal. 201). 

Jadi, silakan pertimbangkan kembali sebelum membaca novel ini jika kalian sensitif terhadap konten porno, kekerasan seksual, depresi, dan kesengsaraan. Namun, Penance mungkin juga malah menjadi sebuah harta karun bagi mereka para pedofil karena konten pedofilia. 

Notable Quotes

[lihat kutipan]


"Negara ini tak lama lagi akan hancur.”

- Sekiguchi Kazuya -


“Menurut saya, manusia adalah makhluk yang memiliki jalan pikiran yang egois.”

“Menurut saya, orang yang mengira bisa melakukan imajinasi egois itu sebenarnya malah tidak bisa melakukannya.”

- Shinohara Maki -


“...tapi lebih menarik jika mempunyai target, karena akan ada kepuasan saat target itu tercapai.”

- Emily-chan -


“Lagi pula, masih dianggap sebagai manusia saja sudah untung bagiku.”

“Aku harus menjalani kehidupan dengan tahu diri.”

- Akiko -


“Kita tidak boleh menganggap bahwa semua manusia itu sama. Itu karena, apa yang diberikan kepada masing-masing kita itu berbeda sejak kita lahir. Orang miskin tidak boleh berpura-pura menjadi orang kaya. Orang bodoh tidak boleh berpura-pura jadi profesor. Orang miskin harus hidup yang sederhana, sementara orang bodoh harus berjuang sekuat tenaga ala orang bodoh sejauh yang dia bisa. Jika tidak tahu diri, kita tidak adan bahagia gara-gara terus mengharapkan lebih dari yang kita bisa gapai.”

- Kakek Akiko -


“Jangan bercanda! Punya hak apa kau menyela, padahal kau cuma hikikomori. Aku sama sekali tidak berharap padamu. Aku sudah cukup tenang asal kau tidak merepotlan orang lain.”

- Ibu Akiko -


“Saya ini, ada ataupun tiada tiada sama saja.”

“...tapi ternyata bicara dengan orang lain itu bisa membuat kita melihat apa yang tidak kita sadari sebelumnya.”

- Yuka -




Skor Akhir: 7.5 

Posting Komentar untuk "Ulasan Novel: Penance"