Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Shiyakusho: Ulasan Anime Depresif Bertema Child Abuse

Star Rating

Topik kematian dalam anime tampaknya sangat mujarab untuk membuat penonton terbawa suasana, menyebabkan derai air mata mengucur dan memengaruhi mental, apalagi jika genre utamanya adalah drama/slice of life. Maka, begitu pula dengan anime sepanjang 11 menit yang berjudul Shiyakusho ini; sebuah sajian pendek, tapi sangat depresif. Bagaimana tidak, anime ini menyajikan kematian dan KDRT seroang ibu terhadap anaknya sendiri.

Shiyakusho (Death Hall) adalah anime adaptasi manga karya Azumi Kishi yang digarap oleh Typhoon Graphics dan rilis pada 9 Februari 2022.

Sinopsis

Anime khusus mengikuti kisah Onoda Rin, seorang gadis yang dianiaya oleh ibunya di rumah. Suatu malam ketika ibunya menguncinya di luar rumah saat salju turun, gadis itu meninggal. Meskipun gurunya mencurigai situasinya, sudah terlambat untuk menyelamatkannya. Rin kemudian memasuki “bagian pembunuhan” dari kantor pasca-kematian, dan terungkap bahwa dia masih mencintai ibunya dan menyangkal penganiayaan yang dia hadapi. Di dunia nyata, ibunya didakwa melakukan pembunuhan (dikutip dari Moenime).

Ulasan

Dengan child abuse sebagai tema menjadikan atmosfer anime ini begitu gelap, meski dibuka dan ditutup dengan iringan musik yang lebih energik dan terkesan menyenangkan saat percakapan staf Shiyakusho (Death Hall); sebagai pelipur di pangkal dan ujung dari sebuah tragedi. Kemudian beralih memasuki babak utama, yakni kisah Onoda Rin yang melibatkan sang Ibu nan jahat dan gurunya nan perhatian—walau terlambat dalam bertindak, dengan pergantian alunan musik depresif serta gelapnya malam musim dingin. Kita diperlihatkan akan perjalanan sekilas Onoda Rin sebelum kematiannya dan lebih menitikberatkan pada cerita, nuansa, dan pesan moral, meski dari segi visual cukup standar. Sebuah gaya khas anime-anime berdemografi seinen.

Nah, tentunya kisah dalam anime ini juga bisa ditemukan di dunia nyata, terkhusus di Jepang sendiri; seperti kasus kematian bocah yang kurang lebih berumur sama pada tahun 2018 lalu, yaitu Funato Yua. Bahkan data menunjukkan bahwa kasus kekerasan anak meningkat setiap tahun (lihat Liputan6). Namun, saya merasa bahwa Rin di anime ini bisa saja selamat jika dia berusaha masuk ke rumah, kendati tentunya ada kemungkinan besar kalau pintunya dikunci. Persepsi Rin pada sang Ibu juga membuat dirinya memilih di luar dan berharap masih ada kebaikan dalam diri wanita itu. Maka, ini juga menunjukkan adanya pengaruh penanaman pemahaman yang selalu diberikan setiap orang tua tentang keharusan untuk patuh dan tidak melawan mereka, meski itu salah kaprah. Shimura Masamichi sebagai salah satu staf Shiyakusho menyebutnya sebagai cuci otak (brainwashing), kata yang cukup tepat untuk hal tersebut.

Kesimpulan

Akhirnya, anime ini sangat recommended untuk pecinta anime slice of life dan drama, terutama seinen. Namun, jika tidak kuat dengan nuansa depresif, sebaiknya hindari saja agar tidak berpengaruh parah terhadap kesehatan mental.

Posting Komentar untuk "Shiyakusho: Ulasan Anime Depresif Bertema Child Abuse "