Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Shorts (2009): Sajian Keluarga Absurd

Star Rating

Sesudah nonton parodi superhero di Superhero Movie, saya jadi teringat pada salah satu film keluarga dengan bumbu fantasi tentang batu pelangi ajaib nan penuh komedi absurd yang pernah tayang di RCTI waktu dulu dan kemudian setelah mencari-cari, akhir ketemulah judulnya, yakni Shorts.

Shorts (2009) adalah film komedi berdurasi 1 jam 29 menit yang disutradarai oleh Robert Rodriguez bersama penulis naskah Alvaro Rodriguez dan Victor Ugalde yang diproduksi oleh Warner Bros, Imagenation Abu Dhabi FZ, Troublemaker Studios, Media Rights Capital (MRC), dan Lin Pictures. Film ini dibintangi oleh Jimmy Bennett, Jolie Vanier, Trevor Gagnon, James Spader, Jack Short, dll.

Sinopsis

Penemuan batu pelangi pengabul keinginan oleh seorang anak lelaki menyebabkan kekacauan di kota pinggiran Black Falls ketika anak-anak yang iri dan orang dewasa yang licik sama-sama berusaha mendapatkannya.

Ulasan

Sebenarnya tidak ada nan wah dari film ini, melainkan hanya pada cara penyajiannya, yaitu dengan pemecahan alur menjadi  6 bagian yang diacak dan teknik breaking the 4th wall. Toe Thompson (Jimmy Bennett) berperan sebagai tokoh utama sekaligus narator yang menjelaskan garis cerita dan para karakter. Itu dimulai dari episode 0, sebuah babak prekuel tentang dua bersaudara —yang juga merupakan teman sekelas Toe. Aksi keduanya dalam adu tahan berkedip sepanjang hari terbilang lucu lagi konyol, terlebih pada momen terakhir. Lalu masuklah pada orientasi cerita dengan menyorot singkat para tokoh utama yang kemudian menampilkan scene babak akhir sebagai bocoran sekaligus bikin penasaran para penonton dan Toby sebagai narator memundurkan alur ke episode 2 di mana cerita berpusat pada dirinya. Toe di sini tampak seperti versi KW Kevin "Home Alone", penyendiri, dan korban bully. Yah, cukup tipikal tokoh utama anak-anak. Lantas tim bully, terkhusus kedua anak Mr. Black (James Spader)—CEO Black Box, Cole (Devon Gearhart) dan Helvetica (Jolie Vanier) menjadi antagonis. Helvetica sendiri sebenarnya memiliki chemistry spesial dengan Toe lewat konfrontasi keduanya di sepanjang cerita. Kehadiran Loogie (Trevor Gagnon), teman sekelasnya membawa kita pada episode 1, awal mula batu ajaib yang membuat ribut saudara-saudaranya hingga merembet sekompleks Black Falls Community. Kemudian beralih ke episode 4 untuk ayah-anak Noseworthy (Jake Short dan William Macy) yang mengidap germofobia beserta monster upil menjijikan, lalu dilanjutkan dengan kisah hubungan ayah dan ibu Toe (John Cryer dan Leslie Mann) di episode 3, dan akhirnya baru ke bagian final ala pertempuran fantasi di episode 5. 

Para tokoh tampil dengan baik dan benar-benar berkesempatan untuk menunjukkan tingkah konyol mereka masing-masing, terutama saat berhubungan dengan batu ajaib yang tak sengaja mereka dapatkan. Anak-anak menginginkan hal-hal fantasi, seperti benteng, teman UFO, dan kekuatan super; dan orang dewasa pastinya menghendaki kekayaan, kekuasaan, dan perihal asmara.  Cukup logis, tidak terlalu dipermasalahkan, tapi saya sendiri iri pada polah Loogie saat memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan agar nempel Stacey (Kat Dennings), kakak Toe, yang benar-benar di luar dugaan. "Menang banyak, nih, bocah."  Saya sendiri juga malah jadi suka dengan paras Helvetica Black. Hehehe ...

Lalu CGI pendukung fantasi dari pengabulan harapan para tokoh bisa dikatakan ada beberapa yang tampak kurang, misalnya pada kawanan ular dan pterodactyl, tetapi secara keseluruhan, CGI tersebut meningkatkan keabsurdan film ini. Sedangkan untuk visual, pencahayaan pada malam hari terasa agak gelap sehingga kurang merepresentasikan kemeriahan pesta dan kekonyolan para tokoh. 

Kesimpulan 

Keputusan Robert Rodriguez dkk., sudah tepat untuk tidak menyusun cerita ini secara konvensional, yang kemudian mengantarkan karya mereka pada penghargaan kategori best film di Catalonian International Film Festival dan Jimmy Bennett dengan kategori pemeran muda di Young Artist Awards, kendati mendapatkan skor rendah di IMDb dan Rotten Tomatoes. Setidaknya hal itu bisa mengobati studio sebesar Warner Bros yang ikut andil dalam film ini karena sudah tergolong rugi bandar.

Yah, Shorts nan penuh aksi absurd dan kadang tampak menjijikan mungkin lebih cocok ditonton oleh remaja ke atas, alih-alih anak SD seperti para tokohnya. Jadi, kalau suka komedi dan gaya breaking the 4th wall, Shorts bisa dicoba untuk ditonton saat akhir pekan.

Posting Komentar untuk "Review Shorts (2009): Sajian Keluarga Absurd "