Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Anime Kimi no Suizou wo Tabetai: Adaptasi yang Lebih Baik

Kimi no Suizou wo Tabetai © Sumino Yoru, Aniplex
Sebuah adaptasi lain yang lebih sukses. Itulah kalimat yang bisa saya katakan mengenai adaptasi anime dari novel Kimi no Suizou wo Tabetai.

Proyek Besar bagi Studio Kecil

Pasca penayangan dorama-nya di tahun 2017, akhirnya novel karya Sumino Yoru ini diangkat menjadi anime di tahun 2018 oleh Studio VOLN. Studio tersebut tidak banyak mengerjakan anime, tetapi untuk proyek sebesar "I Want to Eat Your Pancreas" ini mereka tidak main-main. 

Visual dan latarnya benar-benar diperindah semaksimal mungkin. Namun, desain para karakter di beberapa momen terlihat ala kadarnya, tapi masih bisa dimaklumi. Penggambaran mata yang tergolong kecil di tengah-tengah populernya mata gede juga menambah ciri khas dan nuansa yang sederhana dan lebih mendekati wajah orang Jepang.

Musik OST sendiri banyak yang melankolis guna memberikan efek yang sama. Tidak menyangka pula bahwa akan ada lagu pembuka dan penutup dalam film anime berdurasi 108 menit ini serta scene pada lagu opening cukup keren. Keduanya dibawakan oleh sumika.

Para pengisi suara pun telah bekerja keras dalam mendalami karakter dan tampak berhasil. Namun, untuk suara "Aku" terdengar terlalu berat untuk ukuran anak SMA di awal, seperti sedang sakit, dan seringkali bersuara agak rendah. Yah, walaupun itu memang ala introver pendiam.

Perbandingan dengan Versi Lain

"Aku" dan Yamauchi Sakura © Sumino Yoru, Aniplex 
Kisah tentang "Aku" yang menemukan buku harian berjudul Cerita Teman si Sakit milik Yamauchi Sakura dan mengetahui bahwa gadis itu mengidap penyakit pankreas ini tampak lebih sesuai dengan isi novelnya ketimbang versi dramanya. Nama tokoh utama tersimpan dengan baik, tak seperti di dorama-nya. Hal ini mungkin dilakukan supaya para otaku/wibu yang sudah membaca novelnya tidak mengamuk. Namun, bukan berarti tidak ada sama sekali pengubahan di dalamnya. 

Misalnya adegan pertikaian dengan pesepeda, jalan-jalan di pantai, dan melihat kembang api, itu semua sebenarnya tidak ada di novel. Namun, adegan di pantai seolah menjadi perwujudan keinginan Sakura yang belum terlaksana. Sebaliknya, sebagian kegiatan-kegiatan utama malah dipercepat, tapi itu lebih mendingan daripada versi dorama-nya yang lebih ringkas bahkan tidak ditampilkan. Selain itu, seringnya penggunaan seragam membuatnya khas ala anime meski aslinya tidak begitu. Pada intinya, adegan-adegan membosankan dan menyebabkan kantuk cukup dikurangi.

Ulasan Penulis 

Jika membandingkan, sebenarnya saya lebih suka versi ini ketimbang dorama-nya, tapi efek damage keduanya tidak bisa dinafikkan. Tetap membuat saya menahan air mata kendati menonton untuk kedua kalinya. Apalagi pada saat ini, saya sudah mencapai batas minat menonton anime, yang membuat saya merasa sedih di tiap detiknya.
Kesimpulannya, anime ini adalah adaptasi yang lebih bisa diharapkan daripada film dramanya dan sangat recommended buat para wibu waras dan pecinta anime/film yang bikin baper.

Jangan lupa mampir untuk membaca review saya untuk dorama dan novelnya, ya!

SKOR: 9.5/10

Posting Komentar untuk "Review Anime Kimi no Suizou wo Tabetai: Adaptasi yang Lebih Baik "